TUGAS
ILMU LINGKUNGAN
STUDI
KASUS
“KEANEKARAGAMAN LICHEN SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENCEMARAN UDARA DI KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU”
Kelas A
Nama Kelompok :
1.
Gita Aprilia ( )
2.
Mukratun (12008006)
3.
Pratiwi Trinurdiana A. (12008012)
4.
Budi Prasetiyo (12008018)
5.
Weni Listianingrum (12008024)
6.
Iis Widayati (12008027)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2015
A. Pendahuluan
Pencemaran
udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber
pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan
kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber
pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti
kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran
udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia (Wijaya, 2011).
Setiap
organisme di suatu ekosistem mempunyai kemampuan dalam merepresentasikan
kualitas dan perubahan yang ada di lingkungan. Bioindikator merupakan
organisme, seperti mikroba, tumbuhan dan hewan, yang biasanya dipakai untuk
memonitor kualitas daripada lingkungan. Organisme dan suatu kumpulan organisme
tersebut berfungsi memonitor perubahan yang bisa mengindikasi suatu masalah
yang ada di ekosistem. Perubahan tersebut bisa secara kimia, fisiologis atau
perubahan perilaku. Bioindikator digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam
lingkungan alamiahnya, memantau untuk melihat kehadiran polutan dan
efeknya pada ekosistem tempat organisme hidup, memantau progres pada pembersihan
lingkungan (environmental cleanup) dan tes substansinya, seperti pada air minum
dalam melihat pada kehadiran parameter atau kontaminan yang dimilikinya (Issani,
2014).
B.
Tumbuhan
Sebagai Bioindikator
Dalam kondisi yang normal, udara menyediakan
komponen-komponen udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bagi
tumbuhan. Komponen-komponen udara tersebut meliputi; nitrogen, oksigen,
karbondioksida dan sulfur. Akan tetapi apabila kualitas udara memburuk atau
tercemar, maka tumbuhan akan menunjukkan 2 respon terhadap keberadaan
pencemaran udara tersebut yaitu respon makrokopis dan respon mikrokopis. Respon
tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai indikator dari adanya pencemaran
udara. Akan tetapi tidak semua tumbuhan dapat digunakan sebagai bioindikator
dari pencemaran udara. Beberapa kriteria dari tumbuhan sebagai bioindikator
pencemaran udara antara lain adalah SMART (Specific, Measurable, Attributable,
Relevant dan Timely). Sedangkan jenis-jenis tumbuhan bioindikator pencemaran
udara antara lain adalah dari spesies Bryophyta, Lichen, dan tumbuhan tingkat
tinggi (Wijaya, 2011).
C. Lichen Sebagai Bioindikator
Lumut kerak atau lichen adalah salah satu organisme
yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan lichen
sangat sensitif terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas
(kecuali di daerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial,
memiliki bentuk morfologi yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan
tidak memiliki lapisan kutikula sehingga lichen dapat menyerap gasdan partikel
polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan lichen sebagai
bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alatatau mesin
indikator ambien yang dalam pengoperasiannya memerlukan biaya yang besar dan
penanganan khusus (Loopi et.al 2002).
Struktur morfologi lichen yang tidak memiliki
lapisan kutikula, stomata dan organ absorptif, memaksa lichen untuk bertahan
hidup di bawah cekaman polutan yang terdapat di udara. Jenis lichen yang
toleran dapat bertahan hidup di daerah dengan kondisi lingkungan yang udaranya
tercemar. Sementara itu, jenis lichen yang sensitif biasanya tidak dapat
ditemukanpada daerah dengan kualitas udara yang buruk. Perbedaan sensitifitas
lichen terhadap polusi udara berkaitan erat dengan kemampuannya mengakumulasi
polutan (Martuti, 2013).
D. Studi Kasus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda terhadap keanekaragaman lichen pada
kulit pohon peneduh jalan, ada tidaknya hubungan antara jenis lichen tertentu
dengan tingkat pencemaran udara dan hubungan antara tingkat
kepadatan lalu lintas yang berbeda dengan akumulasi Pb dan Cr pada talus lichen
di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Pemilihan lokasi survey di Kota Pekanbaru
dilakukansecara purposive sampling berdasarkan
pada tingkat kepadatan lalu_lintas, yaitu di Jl. Jend. Sudirman (kepadatan lalu
lintas tinggi), Jl. Arifin Ahmad (kepadatan lalu lintas sedang) dan Jl. Adi
Sucipto di kawasan TNI AURI Roesmin Nurjadin Pekanbaru (kepadatan lalu lintas
rendah). Sedangkan kandungan logam (Pb dan Cr) yang terakumulasi pada talus
lichen dianalisis menggunakan metode Atomic Absorbance Spectrophotometer (AAS).
Jenis lichen yang dianalisis adalah lichen yang ditemukan di seluruh lokasi
pengamatan dengan persentase kehadiran terbesar dan memiliki tipe talus foliose
(Pandjaitan, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan kadar kandungan logam Pb dan Cr pada talus lichen Dirinaria picta di ketiga lokasi
penelitian. Konsentrasi Pb dapat 4 kali lebih besar dari pada Cr. Kandungan Pb
dan Cr terendah ditemukan pada Jl. Adi Sucipto masing-masing sebesar 2,03 ppm
dan 0,61 ppm. Pada Jl. Arifin Ahmad kandungan Pb dan Cr adalah sebesar 3,89 ppm
dan 0,79 ppm, dan kandungan Pb dan Cr tertinggi ditemukan di Jl. Jend. Sudirman
sebesar 4,48 ppm dan 1,00 ppm (Pandjaitan, 2012).
Sementara itu, hasil eksplorasi lichen di tiga
lokasi pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kepadatan lalu lintas berpengaruh
terhadap keanekaragaman lichen yang ditemukan di kulit pohon peneduh jalan di
setiap lokasi pengamatan. Semakin rendah tingkat kepadatan lalu lintas, maka akan
semakin tinggi keanekaragaman jenis lichen yang ditemukan di suatulokasi. Dirinaria picta adalah jenis lichen
kosmopolit yang memiliki toleransi yang luas terhadap pencemaran udara karena
dapat ditemukan di seluruh lokasi pengamatan dan memiliki bentuk talus foliose,
sehingga dapat digunakan sebagai alat biomonitoring pencemaran udara. Jenis
lichen Parmotrema tinctorum
berpotensi sebagai bioindikator pencemaran udara di Kota Pekanbaru karena hanya
ditemukan di lokasi dengan kepadatan lalu lintas rendah. Terdapat korelasi
antara tingkat kepadatan lalu lintas dan akumulasi logam pada talus lichen yang
ditemukan, baik korelasi positif dan negative (Pandjaitan, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Issani, Winda Maria dkk. 2014. Paper Biomonitoring Lichens Sebagai Indikator Pencemaran Udara.
FTSP Ilmu Lingkungan : ITS Surabaya
Loopi S, Ivanov D, Boccardi R. 2002. Biodiversity of Epiphytic Lichens and Air Pollution
in the Town of Siena. (Environmental Pollution). Central Italy. 116 :
123-128 .
Martuti, NKT. 2013. “Peranan Tanaman Terhadap
Pencemaran Udara Di Jalan Protokol Kota Semarang”. Biosantifika. Vol. 5. No. 1. Halaman 36-39.
Pandjaitan, Desi Maria dkk. 2012. Keanekaragaman Linchen Sebagai Indikator
Pencemaran Udara di Kota Pekan Baru Provinsi Riau. “Skripsi”. FMIPA : Universitas Riau.
Pratiwi, ME. 2006. Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi Kasus:
Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni Cikabayan).
“Skripsi”. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Wijaya, Andhika. 2011. “Penggunaan Tumbuhan Sebagai
Bioindikator Dalam Pemantauan Pencemarn Udara”. Skripsi. ITS : Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar