Rabu, 08 Juli 2015

KEANEKARAGAMAN LICHEN SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU



TUGAS ILMU LINGKUNGAN
STUDI KASUS
“KEANEKARAGAMAN LICHEN SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU”

Description: Description: D:\Logo-UAD-Black-White-Hitam-Putih.png







Kelas A
Nama Kelompok :
1.      Gita Aprilia                             (                )
2.      Mukratun                                (12008006)
3.      Pratiwi Trinurdiana A.            (12008012)
4.      Budi Prasetiyo                                    (12008018)
5.      Weni Listianingrum                (12008024)
6.      Iis Widayati                            (12008027)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2015

A.   Pendahuluan
Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (Wijaya, 2011).
Setiap organisme di suatu ekosistem mempunyai kemampuan dalam merepresentasikan kualitas dan perubahan yang ada di lingkungan. Bioindikator merupakan organisme, seperti mikroba, tumbuhan dan hewan, yang biasanya dipakai untuk memonitor kualitas daripada lingkungan. Organisme dan suatu kumpulan organisme tersebut berfungsi memonitor perubahan yang bisa mengindikasi suatu masalah yang ada di ekosistem. Perubahan tersebut bisa secara kimia, fisiologis atau perubahan perilaku. Bioindikator digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam lingkungan alamiahnya, memantau untuk melihat kehadiran  polutan dan efeknya pada ekosistem tempat organisme hidup, memantau progres pada pembersihan lingkungan (environmental cleanup) dan tes substansinya, seperti pada air minum dalam melihat pada kehadiran parameter atau kontaminan yang dimilikinya (Issani, 2014).

B.     Tumbuhan Sebagai Bioindikator
Dalam kondisi yang normal, udara menyediakan komponen-komponen udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bagi tumbuhan. Komponen-komponen udara tersebut meliputi; nitrogen, oksigen, karbondioksida dan sulfur. Akan tetapi apabila kualitas udara memburuk atau tercemar, maka tumbuhan akan menunjukkan 2 respon terhadap keberadaan pencemaran udara tersebut yaitu respon makrokopis dan respon mikrokopis. Respon tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai indikator dari adanya pencemaran udara. Akan tetapi tidak semua tumbuhan dapat digunakan sebagai bioindikator dari pencemaran udara. Beberapa kriteria dari tumbuhan sebagai bioindikator pencemaran udara antara lain adalah SMART (Specific, Measurable, Attributable, Relevant dan Timely). Sedangkan jenis-jenis tumbuhan bioindikator pencemaran udara antara lain adalah dari spesies Bryophyta, Lichen, dan tumbuhan tingkat tinggi (Wijaya, 2011).

C.    Lichen Sebagai Bioindikator
Lumut kerak atau lichen adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan lichen sangat sensitif terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas (kecuali di daerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial, memiliki bentuk morfologi yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan tidak memiliki lapisan kutikula sehingga lichen dapat menyerap gasdan partikel polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan lichen sebagai bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alatatau mesin indikator ambien yang dalam pengoperasiannya memerlukan biaya yang besar dan penanganan khusus (Loopi et.al 2002).
Struktur morfologi lichen yang tidak memiliki lapisan kutikula, stomata dan organ absorptif, memaksa lichen untuk bertahan hidup di bawah cekaman polutan yang terdapat di udara. Jenis lichen yang toleran dapat bertahan hidup di daerah dengan kondisi lingkungan yang udaranya tercemar. Sementara itu, jenis lichen yang sensitif biasanya tidak dapat ditemukanpada daerah dengan kualitas udara yang buruk. Perbedaan sensitifitas lichen terhadap polusi udara berkaitan erat dengan kemampuannya mengakumulasi polutan (Martuti, 2013).

D.    Studi Kasus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda terhadap keanekaragaman lichen pada kulit pohon peneduh jalan, ada tidaknya hubungan antara jenis lichen tertentu dengan tingkat pencemaran udara dan hubungan antara tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda dengan akumulasi Pb dan Cr pada talus lichen di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Pemilihan lokasi survey di Kota Pekanbaru dilakukansecara purposive sampling berdasarkan pada tingkat kepadatan lalu_lintas, yaitu di Jl. Jend. Sudirman (kepadatan lalu lintas tinggi), Jl. Arifin Ahmad (kepadatan lalu lintas sedang) dan Jl. Adi Sucipto di kawasan TNI AURI Roesmin Nurjadin Pekanbaru (kepadatan lalu lintas rendah). Sedangkan kandungan logam (Pb dan Cr) yang terakumulasi pada talus lichen dianalisis menggunakan metode Atomic Absorbance Spectrophotometer (AAS). Jenis lichen yang dianalisis adalah lichen yang ditemukan di seluruh lokasi pengamatan dengan persentase kehadiran terbesar dan memiliki tipe talus foliose (Pandjaitan, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kadar kandungan logam Pb dan Cr pada talus lichen Dirinaria picta di ketiga lokasi penelitian. Konsentrasi Pb dapat 4 kali lebih besar dari pada Cr. Kandungan Pb dan Cr terendah ditemukan pada Jl. Adi Sucipto masing-masing sebesar 2,03 ppm dan 0,61 ppm. Pada Jl. Arifin Ahmad kandungan Pb dan Cr adalah sebesar 3,89 ppm dan 0,79 ppm, dan kandungan Pb dan Cr tertinggi ditemukan di Jl. Jend. Sudirman sebesar 4,48 ppm dan 1,00 ppm (Pandjaitan, 2012).
Sementara itu, hasil eksplorasi lichen di tiga lokasi pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kepadatan lalu lintas berpengaruh terhadap keanekaragaman lichen yang ditemukan di kulit pohon peneduh jalan di setiap lokasi pengamatan. Semakin rendah tingkat kepadatan lalu lintas, maka akan semakin tinggi keanekaragaman jenis lichen yang ditemukan di suatulokasi. Dirinaria picta adalah jenis lichen kosmopolit yang memiliki toleransi yang luas terhadap pencemaran udara karena dapat ditemukan di seluruh lokasi pengamatan dan memiliki bentuk talus foliose, sehingga dapat digunakan sebagai alat biomonitoring pencemaran udara. Jenis lichen Parmotrema tinctorum berpotensi sebagai bioindikator pencemaran udara di Kota Pekanbaru karena hanya ditemukan di lokasi dengan kepadatan lalu lintas rendah. Terdapat korelasi antara tingkat kepadatan lalu lintas dan akumulasi logam pada talus lichen yang ditemukan, baik korelasi positif dan negative (Pandjaitan, 2012).





DAFTAR PUSTAKA

Issani, Winda Maria dkk. 2014. Paper Biomonitoring Lichens Sebagai Indikator Pencemaran Udara. FTSP Ilmu Lingkungan : ITS Surabaya
Loopi S, Ivanov D, Boccardi R. 2002. Biodiversity of Epiphytic Lichens and Air Pollution in the Town of Siena. (Environmental Pollution). Central Italy. 116 : 123-128 .
Martuti, NKT. 2013. “Peranan Tanaman Terhadap Pencemaran Udara Di Jalan Protokol Kota Semarang”. Biosantifika. Vol. 5. No. 1. Halaman 36-39.
Pandjaitan, Desi Maria dkk. 2012. Keanekaragaman Linchen Sebagai Indikator Pencemaran Udara di Kota Pekan Baru Provinsi Riau. “Skripsi”. FMIPA : Universitas Riau.
Pratiwi, ME. 2006. Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi Kasus: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni Cikabayan). “Skripsi”. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Wijaya, Andhika. 2011. “Penggunaan Tumbuhan Sebagai Bioindikator Dalam Pemantauan Pencemarn Udara”. Skripsi. ITS : Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar